Mahalnya Biaya SMS di Indonesia

20 Desember hari raya kurban, 25 dan 26 Desember ulang tahun dicky & Ijeh, 1 Januari Tahun Baru, 8,9,10,11,19, dan 23 Januari ulang tahun ida, ilham, udin, icoh, lia, nina dan zahwa. Jika saya beli pulsa 20 ribu dan biaya sms 299-350 rupiah. Coba hitung sendiri pastinya tidak cukup untuk biaya sms saja apalagi moment tahun baru tidak hanya 1-2 orang saja yang di sms. Jika 50 orang saja di sms maka  pulsa 20 ribu bukan saja langsung habis tapi kurang.
Inilah terkadang yang menjadi dilema. Pinginnya sih tetap menjaga silaturahmi “silaturahmi itu memperpanjang umur”. Apalagi saya terpisah jarak dengan teman-teman. Jadi layanan sms dari perusahaan telekomunikasi ini sangat membantu sebenarnya. Tetapi tetap saja biaya sms menjadi beban berat. Terutama bagi para pelajar dan mahasiswa yang masih mengutamakan tangan dibawah kepada orang tua alias minta dana kepada ortu.
Sms hingga saat ini mungkin merupakan jenis komunikasi yang paling efektif. Karena biaya jauh lebih murah jika dibandingkan dengan layanan komunikasi suara. Tapi apakah benar SMS merupakan solusi untuk komunikasi murah? Bisa iya, bisa tidak. Lebih tepatnya tergantung pada pelaksanaannya. Untuk kasus di Indonesia, saya menganggap bahwa SMS adalah layanan termahal. SMS tidak lebih dari ladang operator telekomunikasi untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Perusahaan Telekomunikasi mematok harga 250-350 per sms. Lebih parahnya lagi, perusahan telekomunikasi ini dengan tegas mencitrakannya sebagai layanan murah (padahal tidak).
Pokoknya, konsumen Indonesia membayar lebih mahal untuk layanan telekomunikasi dibanding konsumen di negara lain yang pendapatan per kapitanya jauh lebih tinggi. Dan ini mengakibatkan, secara rata-rata anggaran pengeluaran pulsa untuk para pelajar dan mahasiswa lebih tinggi dibanding anggaran untuk pembelian buku dan majalah (he…he….termasuk saya).
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) di Jakarta, baru-baru ini mengungkapkan bahwa penetapan tarif pesan pendek melalui telepon seluler (SMS) diduga ditentukan lewat praktik kartel atau kesepakatan harga antaroperator. Kondisi ini membuat tarif SMS seragam dan mahal.BRTI mengatakan, biaya yang dikeluarkan pihak operator hanya Rp 75 untuk per SMS. Namun tarif inter dan antaroperator seluler yang diterapkan mencapai Rp 250 sampai Rp 350 per SMS. Dengan kata lain, konsumen harus membayar tarif SMS tiga kali lebih maha (http://www.liputan6.com/).
Jadi solusinya, jika biaya produksi sms Rp. 75 maka perusahaan telekomunikasi bisa mematok tarif Rp. 100 per sms. Lebih dari 75 juta penduduk Indonesia menggunakan layanan ini, maka perusahaan sudah mendapatkan keuntungan Rp. 25 x 75 juta = Rp. 1.875.000.000,-. Wow keuntungan yang sangat besar bukan.
Jadi sudah selayaknya SMS menjadi solusi komunikasi murah. Oleh sebab itu, kita perlu mendesak operator untuk menurunkan tarif SMS-nya. Dan sudah sewajarnya pemerintah turut campur dalam penetapan tarif SMS. Minimal untuk sekadar menentukan batas minimal dan maksimal tarif SMS dilihat dari biaya yang dikeluarkan operator untuk menyediakan layanan tersebut. Ok

Tinggalkan komentar